Translate

Rabu, 08 Maret 2017

KENAPA KENAIKAN TARIF LISTRIK BATAM HARUS DI TOLAK..?

Sejak mulai diusulkan pada pertengahan tahun 2015, polemik kenaikan tarif Listrik Batam memasuki babak baru, keputusan DPRD provinsi Kepri yang meyetujui kenaikan tarif sebesar 45,4 persen (hampir mencapai 50%) sontak memancing penolakan keras dari berbagai elemen masyarakat. Jika sebelum ini penolakan hanya terlihat melalui pemberitaan media ceak, portal berita dan media sosial, kali ini penolakan itu tunjukkan dalam bentuk aksi nyata.

Tentu saja penolakan itu harus dilakukan, sebab memiliki kelemahan-kelemahan mendasar, baik dari sisi rasa keadilan dan kemanusiaan, maupun dari mekanisme pengambilan keputusan di DPRD serta melabrak aturan perundang-undangan yang menjadi acuan dalam menaikkan tarif listrik.

Ada tiga alasan utama kenapa kami menolak kenaikan tarif listrik sebesar 45,4 persen yang sudah disetujui oleh DPRD Provinsi.

Pertama; Menyangkut besaran persentase kenaikan tarif. Bagi masyarakat kecil yang rata-rata masuk katagori katagori rumah tangga 6 amper (1.300va), angka 45.4 persen sangat fantastis, dalam perspektif masyarakat kebawah yang menjadi mayoritas penduduk Batam, angka ini dianggap tidak rasional.

Bandingkan dengan dengan kenaikan UMK di Batam yang hanya 8,25 persen. Sudah terbayang berapa pengeluaran ekstra tiap bulan akibat kenaikan ini.

Kami menilai, besaran persentase kenaikan yang di setujui DPRD Prov Kepri, adalah bentuk penindasan atas masyarakat kecil ditengah kondisi ekonomi yang semakin sulit.

Namun Ironisnya DPRD Provinsi Kepri menggap wajar. Kami anggap DPRD Prov Kepri lebih memihak kepada PT Pelayanan Listrik Nasional Batam (disingkat Bright PT PLN Batam) ketimbang rakyat yang diwakilinya.

Apalagi kenaikan angka ini juga tidak disosialisasi dengan baik oleh DPRD Prov Kepri, sehingga banyak masyarakat tidak mengetahui kendati DPRD Provinsi telah menyetujuinya dan mengirim surat persetujuannya ke Gubernur Provinsi Kepri untuk disahkan.

Kedua; Mekanisme pengambilan keputusan di DPRD Provinsi Kepri hanya melalui Rapat Pimpinan, tidak melalui Rapat Paripurna.

Mekanisme ini kami anggap cacat prosedur untuk memutuskan kenaikan tarif yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Sebab rapat pimpinan DPRD hanyalah terdiri dari anggota pimpinan (yang hanya beberapa orang) yang hasil keputusan rapatnya hanya ditetapkan dalam keputusan pimpinan DPRD saja.

Seyogyanya menyangkut soal hajat hidup orang banyak, mekanisme yang digunakan adalah rapat Paripurna, sebab keputusan yang dihasilkan dari Rapat paripurna dapat dituangkan dalam bentuk peraturan atau keputusan DPRD sebagai lembaga, bukan hanya keputusan beberapa orang unsur pimpinan DPRD Provinsi saja.

Namun terlepas dari apakah itu berdasarkan keputusan DPRD(Paripurna) maupun keputusan pimpinan (Rapim) DPRD, juga tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan ketentuan peraturan perundangundangan yang ada seperti yang tertuang dalam PP No.16/2010.

Kami memandang, jika persetujuan kenaikan tarif listrik Batam hanya diputuskan dalam rapat Pimpinan saja, ada hal yang disembunyikan dari seluruh anggota DPRD Provinsi yang lain.

Ketiga; Persetujuan DPRD Provinsi Kepri untuk menaikkan tarif listrik Batam Melabrak PP Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.

Dimana dalam Pasal 42 ayat 2 huruf (b) menjelaskan Dalam menetapkan tarif tenaga listrik HARUS memperhatikan Kepentingan dan Kemampuan Masyarakat.

Pertanyaan kami apakah DPRD Prov Kepri dalam hal ini Komis 2 dan 3 yang melakukan pembahasan teknis sudah melakukan kajian mendalam atas kemampuan masyarakat, termasuk daya beli masyarakat?

Padahal, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam mencatat sepanjang tahun 2016 ini terdapat sebanyak 67 perusahaan yang tutup. Jumlah ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2015 yang hanya 54 perusahaan(Batampos, Senin, 26 Desember 2016).

Tercatat selama 2016 sebanyak 24.342 mendaftarakan diri ke Disnaker sebagai pencaker.  Ironisnya jumlah TKA hingga akhir 2016, terus bertambah hingga mencapai angka sekitar 280 ribu orang. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat di 2017 ini. (batampos, Senin, 20 Februari 2017)

Tercatat Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, terdapat peningkatan keluarga miskin di Batam yang tersebar di 12 kecamatan. Sementara dari komoditas bukan makanan, penyumbang angka kemiskinan dipengaruhi perumahan dan biaya listrik. (Sindo, kamis 5 Januari 2017).

BI juga merilis bahwa Perekonomian Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengalami perlambatan. Pertumbuhan ekonomi Kepri pada triwulan IV 2016 berada di posisi 5,24% (yoy), (Batamtoday, Senin, 20-02-2017)

Banyaknya jumlah pengangguran membuat sejumlah usaha rumah makan dan kosan tutup seperti banyak yang terjadi di kawasan Tanjung Uncang.

Diluar itu, sejumlah tempat-tempat penjualan baju bekas juga menjamur dimana-mana. Pertanyaannya apakah masyarkat kita memang lebih suka membeli baju bekas ketimbang baju baru? Atau memang daya beli masyarakat yang menurun?

Fenomena seperti ini tidak pernah dikaji oleh Komisi 2 dan 3 DPRD Provinsi Kepri. Dalam membuat keputusan kenaikan tarif, mereka hanya konsen mengkaji data B’right PLN Batam.

Saat ini kondisi makro ekonomi Kepri saat ini juga sedang lagi lesu. Meskipun B’right PLN Batam menyatakan bahwa kenaikan hanya ditujukan kepada pelanggan rumah tangga, akan tetapi imbasnya bisa menyasar dunia usaha, terutama masyarakat kecil dan menengah yang juga menjadi pelaku Usaha Kecil dan Menengah. Selain berdampak bagi masyarakat, kenaikan tarif listrik Batam juga akan berdampak pada semakin tingginya komponen biaya hidup untuk listrik yang tentunya juga akan memberi dampak kepada kesejahteraan tenaga kerja di Batam. (Wartakepri, 12-01-2017).

Sebentar lagi kita juga akan menghadapi dicabutnya biaya subsidi Gas Melon 3 Kg, melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok menjelang hari raya Idul Fitri, serta potensi naiknya Tarif ATB.

Oleh karena dengan segala pertimbangan di atas, kami dengan iniMenyatakan Sikap :

1.    Menuntut Gubernur untuk saat ini tidak mengambil keputusan terlalu dini dalam menandatangani keputusan kenaikan tarif listrik Batam, sebelum secara adil dan bijaksana memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat kota Batam.

2.    Gubernur dan DPRD Provinsi Kepri harus memperhatikan amanah PP Nomor 14 Tahun 2012 Pasal 41 ayat 2, bahwa kenaikan Tarif Listrik harus memperhatikan kepentingan dan kemampuan masyarakat.

3.    Menuntut DPRD Provinsi Kepri meninjau kembali keputusannya terkait persetujuan Kenaikan Tarif Listrik Batam dan selanjutnya pengambilan keputusan terkait Tarif Listrik Batam tersebut dilakukan secara Paripurna.

4.    Masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, harus dilibatkan dalam pengkajian usulan kenaikan Tarif Listrik Batam.

5.    Dengan pertimbangan diatas, hasil kajian dan keputusan Gubernur dan DPRD provinsi Kepri, harus disosialisasikan kepada seluruh masyarakat Kota Batam.

6.    Memerintahkan kepada Bright PLN Batam untuk segera melakukan pemerataan kelistrikan di pulau-pulau di luar pulau Batam.

7.    Pemerataan kelistrikan di seluruh wilayah teritorial Kota Batam (Mainland dan Hinterland) harus diselaraskan dengan penyeragaman Tarif yang sama.

8.    Pemerataan kelistrikan di pulau-pulau wilayah teritorial Kota Batam (Mainland & Hinterland) harus lebih dahulu menjadi prioritas, dibandingkan ekspansi bisnis ke luar daerah oleh B'right PLN Batam.

9.    Jika Gubernur Provinsi Kepri tetap menandatangani keputusan kenaikan Tarif Listrik Batam tanpa mengindahkan amanah PP Nomor 14 Tahun 2012 Pasal 41 ayat 2, maka kami akan menempuh jalur hukum.

Ttd
*Aliansi Masyarakat Peduli Listrik (AMPLI) Batam*

Tidak ada komentar:

PESONA DANAU KEMBAR

Serupa tapi tak sama namun keindahannya sebanding, itulah Danau Di Atas dan Danau Di Bawah di Solok, Sumatera Barat. Kedua danau ini berdamp...