Translate

Jumat, 19 Januari 2018

ASMARAGAMA (Kamasutra Jawa)

Manakala pastha purusha (kelamin lelaki) sudah memanjang, teguh sentosa, dan segala daya sudah siap sedia, bergeraklah maju menuju rananggana (medan tempur). Kau tak akan menemui kecewa jika terjun ke dalam bandayuda (peperangan). Namun tetaplah waspada, jangan ceroboh dalam tingkah ketika hendak mengarahkan rasa kepada wanita musuhmu. Agar puas jiwamu, ketahuilah dan waspadalah bahwa telah ada dengan pasti sebuah mustika rasa yang mulia, yang dijaga para dewata, yang disebut Sang Hyang Watapatra atau Sang Hyang Gambira, yang terletak di balik purana (klitoris, yang berada di balik klitoris adalah G-spot). Jika dihantam gada, kegelian akan menjalar-jalar. Jika sudah terkena gada, bala bantuan akan datang dari tempat tersembunyi di dalam bhaga (kelamin wanita), berjuluk Sang Hyang Asmara, berganti wujud menjadi Sang Hyang Cakra, yang kuat lagi tangguh. Maka bertambah-tambahlah kegelian menggeletar, menarik daya kecantikan Sang Hyang Purnama, perwujudan utama Sang Kamajaya. Untuk memperoleh rasa sedemikian rupa, dibutuhkan sebuah sarana, yaitu tingkah cekatan sang pastha. Dikisahkan tingkahnya ketika mulai berjalan, sebagai pucuk pemimpin prajurit, dengan segala dayanya ia bergerak perlahan-lahan. Jangan terlampau kuat. Bergeraklah dengan sabar, cukup untuk menciptakan geletar, gelinjang rasa wanita. Manakala sudah cukup lama berada dalam peperangan, hantamkan palu, yang bagaikan gada. Namun ternyata hantaman itu dapat ditangkis dengan bandabaya (tameng). Karena begitu kuatnya ayunan gada, juga begitu kuatnya tangkisan, api pun muncul seketika, bergulung-gulung menggapai angkasa. Hawa panasnya menciptakan mega, asapnya terhempas angin, datang mengarah tepat kepada rasa. Dan musuhmu kegelian dan menggelinjang sejadi-jadinya.
.
Berganti kini sang wanita yang diceritakan. Ketika ia menangkis dengan bandabaya, dan ketika api yang bergulung-gulung keluar, maka panasnya menyebar ke sekujur badannya. Tak kuasa menahan geli, panas pun semakin menjadi-jadi. Sudah menjadi watak wanita, manakala terlihat liar tingkahnya, kesadarannya pun tak lagi memiliki kesabaran. Segeralah ia menghunus senjata, senjata andalan yang menjadi pusakanya, anugerah dari dewata, pemberian Hyang Girinatha, yang disimpan di dalam bhaga, yang berwujud senjata Barunastra. Menyemburlah tirta dengan dahsyatnya, tirta yang mirip lendir ikan, yang menenggelamkan pastha purusha. Sang pastha, yang tenggelam oleh tirta, tidaklah menjadi khawatir. Justru tingkahnya semakin riang gembira. Gelombang Barunastra, bagai ombak besar samudra, menghantam ganggang, lumut, dan tepi-tepi samudra, mengumpul dan menyatu bagai ditata. Terciptalah barisan prajurit yang merata, bagai gelar tempur Cakra Banyu. Pepohonan lebat sang pastha tidaklah mundur, justru semakin kuatlah ia, amuknya bertambah dahsyat dalam peperangan.
.
Berganti cerita, di tengah kecamuk Baratayuda, terdengar suara lamat-lamat tiba-tiba, suara yang memberikan petunjuk. Beginilah bunyinya: “Wahai anakku, sang pastha, berhati-hatilah, Ngger. Berhati-hatilah saat menarik dan menghantamkan gada dan memaju-mundurkannya, karena semua tempat sudah menjadi licin. Kau sudah tak bisa menghindarinya sebab liur sang Barunastra semakin deras semburannya. Saat bergerak, kalau lena pasti akan hina, kalau sampai terpeleset, jatuh menindih gada, bertambah-tambahlah kesedihanmu. Olah batinmu akan dibilang sakit, bagai hidung yang terserang pilek. Wahai anakku, ketahuilah watak wanita. Jika ia sudah mengeluarkan tirta yang mirip lendir ikan, gelinjangnya akan semakin menjadi-jadi. Ia akan menggeliat garang oleh perasaannya yang terhanyut hingga terlihat saraf-sarafnya. Sekujur tubuhnya akan menguat dan menegang. Kalau sudah demikian, niatkanlah dalam dirimu untuk menolong musuhmu. Dalam Asmaragama, saat seperti ini tak lain adalah saat untuk menjerat. Gerakkanlah pastha purusha, kencangkan amukannya. Percepatlah ayunan dan pukulan gada sembari tetap waspada, mengawasi pertanda. Sudah menjadi kebiasaan wanita, jika sudah terkena amukanmu, akan semakin banyak yang diinginkan. Geliat badannya menjadi-jadi, hilang sudah rasa malunya. Sesungguhnya yang menjadi kehendaknya akan membantu gerakan pastha untuk mengena pada titik kenikmatannya, berharap supaya diterjang dengan liar, digapai-gapai pucuk pastha. Pada saat seperti itu, turutilah kehendak hati wanita. Jika yang dikehendaki sesuai, tak lama lagi sang wanita akan menggelar kenikmatan, dan pasti ada tandanya, (yaitu) geger dahsyat di dalam bhaga, menggegat pucuk pastha. Di saat itulah arca gupala (arca penjaga pintu) tersingkir dan terbukalah sebuah lubang, kediaman Hyang Kamajaya. Selain tanda itu, pasti ada tanda lain di sekujur badannya, yang tampak bagai kehilangan nyawa, lunglai tak berdaya. Seolah tiada lagi daya karena menahan kenikmatan yang luar biasa. Hanya bisa mendesah dan memelas, membuat hati trenyuh dan semakin sayang.”
.
(Cuplikan Buku "Gatholoco: Rahasia Ilmu Sejati dan Asmaragama")

Tidak ada komentar:

PESONA DANAU KEMBAR

Serupa tapi tak sama namun keindahannya sebanding, itulah Danau Di Atas dan Danau Di Bawah di Solok, Sumatera Barat. Kedua danau ini berdamp...